SEMANGAT UU DESA






Ketika UUD 1945 tidak ada amanat tentang pengaturan Desa, maka berdasarkan tata urutan perundangan ( UU 12 tahun 2011 ) maka kita perlu mencermati produk Tap MPR yang ada.
Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR-RI/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, khususnya rekomendasi nomor 7 yang menekankan adanya otonomi bertingkat provinsi, kabupaten/kota serta desa atau dengan nama lain yang sejenis.
Isi selengkapnya dari rekomendasi nomor 7 yaitu sebagai berikut : Sejalan dengan semangat desentralisasi, demokrasi, dan kesetaraan hubungan pusat dan daerah diperlukan upaya perintisan awal untuk melakukan revisi yang bersifat mendasar terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Revisi dimaksud dilakukan sebagai upaya penyesuaian terhadap Pasal 18 UUD 1945, termasuk pemberian otonomi bertingkat terhadap provinsi, kabupaten/kota, desa / nagari / marga, dan sebagainya.

Ini berarti bahwa Desa seharusnya diatur dalam sistem pemerintaha daerah sebagai Daerah Tingkat III, ini tidak terjadi pada UU no 6 tahun 2014 tentang Desa bukan sekedar menjadikan desa sebagai local-self community, atau pelaksana tugas pelayanan birokrasi semata.

Ketika UU Desa disusun atas dasar semangat UUD 1945 Pasal 18B ayat (2) yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”, maka yang kemudian menjadi pegangan bersama adlah penghormatan atau pembiaran berlakunya hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.
Disampaikan dalam penjelan UU Desa dan juga kepada publik bahwa UU Desa adalah UU dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan local self government, dengan harapan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat, namumn kenyataannya UU Desa mengatur Desa dan Desa Adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir sama.
Desa adat hanya memiliki hak untuk melaksanakan hak asal-usul, terutama menyangkut pelestarian sosial Desa Adat, mengatur dan mengurus wilayah adat, sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi masyarakat hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli.
Ketika kemudian Desa Adat memiliki fungsi pemerintahan, keuangan Desa, pembangunan Desa, maka dimana sebenarnya posisi Adat yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan ?






Ketika Indonesia ada dalam masa reformasi, diamana salah satu agenda reformasi adalah pemebatasan masa jabatan politik dengan hanya dua periode.
Desa yang sejak uu No 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa telah membatasi masa jabatan kepala desa hanya dua periode seperti halnya kepala daerah, dalam uu no 5 tahun 1974 tentang Pokok Pokok Pemerintahan di Daerah.
Yang dalam pembatasan periode masa jabatan kepala desa juga diatur dalam UU no 22 tahun 1999 dan 32 tahun 2004, ternyata dalalam UU no 6 tahun 2014, Kepala Desa berhak menjabat untuk 3 periode masa jabatan.
Kemudian ada apa sebenarnya dalam penetapan masa jabatan kepala desa bisa 3 periode dengan masa jabatan 6 tahun. Adakah dasar filosofis. Sosiologis yang dapat menjelaskan ?


Ketika Tujuan berbangsa dan bernegara Indonesia salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ketika pemerintah sejak 2013 sudah mencanangkan wajib belajar 12 tahun, maka pantaskan seorang kepala hanya dipersyarakat berpendidikan tidak setara dengan wajib belajar 12 tahun ?
Pasal 33 UU Desa menyebutkan bahwa Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratanantar alian adalah berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat.
Kemudian ada apa sebenarnya dalam penetapan standart rendah dari calon kepala desa yang diharapkan menjadi penggerak pembangunan desa ?




Ada Inkonsistensi UU Desa ?


Dalam UU Desa disebutkan menimbang bahwa Desa perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera; sementara itu terbaca dalam Batang Tubuh UU Desa :
Pasal 1 ketentuan umum, pengertian Pemerintahan Desa dan Pemerintah Desa tidak disebut dengan tegas peran BPD selayaknya pengertian Pemerintahan Daerah dan Pemerintah Daerah dibedakan tentang adanya DPRD dan tidak adanya DPRD, Konsepsi Demokratis yang berbeda antara Desa dengan Daerah ?.


Dalam UU Desa pasal 1 disebutkan Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia; sementara itu terbaca dalam Batang Tubuh UU Desa :
Kewenangan Mengatur urusan pemerintahan, tetapi UU Desa mengatur dengan sangat rinci tentang pemerintah desa sampai pada pemilihan kepala desa, dan persyaratan persyaratan
Disebutkan bahwa Yang dimaksud dengan “hak asal usul” adalah hak yang merupakan warisan yang masih hidup dan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, antara lain sistem organisasi masyarakat adat, kelembagaan, pranata dan hukum adat, tanah kas Desa, serta kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa. (penjelasan pasal 19), tetapi pasal 72 menyebutkan hasil usaha desa salah satunaya adlah tanah bengkok (ganjaran) yang jelas merupakan hak asal usul (penjelasan pasal 72)


Dalam Pasal 1 disebutkan Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa, dimana makna badan usaha adalah Badan Hukum Usaha, ternyata dalam penjelasan disebutkan :
BUM Desa secara spesifik tidak dapat disamakan dengan badan hukum seperti perseroan terbatas, CV, atau koperasi. Oleh karena itu, BUM Desa merupakan suatu badan usaha bercirikan Desa yang dalam pelaksanaan kegiatannya di samping untuk membantu penyelenggaraan Pemerintahan Desa, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa. BUM Desa juga dapat melaksanakan fungsi pelayanan jasa, perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya.
Pesan yang tertangkap dari penjelasan adalah ketidakseriusan menjadikan Badan Usaha Milik Desa sebagai sebuah kekuatan Lembaga Bisnis yang dikuasai Desa


Dalam Pasal 31 disebutkan Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Kabupaten/Kota, dimana makna kata serentak seharusnya adalah bersamaan / dalam waktu satu kali ternyata dalam penjelasan disebutkan :
Pemilihan Kepala Desa secara serentak mempertimbangkan jumlah Desa dan kemampuan biaya pemilihan yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota sehingga dimungkinkan pelaksanaannya secara bergelombang sepanjang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Maka peluang tidak dilakukan pemilihan kepala desa tidak serentak semakin diperkuat oleh peraturan pemerintah No 43 tahun 2014 yang membuka ruang untuk itu

Apakah PP No 43 tahun 2014 Ingkari UU Desa..?

Ketika UU Desa mengamanatkan Pengaturan Desa berasaskan antara lain demokrasi dan partisipasi (pasal 3) maka PP 43 pasal 41 telah mengikari dengan menyebutkan penetapan calon kepala Desa sebagaimana dimaksud pada huruf b paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 5 (lima) orang calon;
Dalam semangat menghidupkan demokrasi dan partisipasi, maka pembatasan jumlah paling banyak 5 orang calon kepala desa apakah bisa disebut demokratis dan meningkatkan partisipasi, dan atas dasar rujukan filosofis, sosiologis dan yuridis apa pembatasan paling banyak 5 calon, bukan 3 atau 7 atau 10 ?

Dalam UU Desa pasal 66 menyebutkan Kepala Desa dan perangkat Desa memperoleh penghasilan tetap setiap bulan dan Penghasilan tetap Kepala Desa dan perangkat Desabersumber dari dana perimbangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diterima oleh Kabupaten/Kota dan ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. Dalam PP 43 Penghasilan tetap bersumber dari ADD, sebagamana disebutkan
Pasal 81 PP 43 2014, mengingkari amanat UU Desa dengan mengatur Penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa dianggarkan dalam APB Desa yang bersumber dari ADD, bukan bersumber dari dana perimbangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diterima oleh Kabupaten/Kota dan ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

Dalam UU Desa pasal 72 menyebutkan pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa yang dalam penjelasan disebutkan Yang dimaksud dengan “pendapatan asli Desa” adalah pendapatan yang berasal dari kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan skala lokal Desa. Dalam hal penghormatan hak asal usul dan adat istiadat, maka birokratis administratif tidak boleh dipakasakan.
Pasal 91 PP 43 2014, menyebutkan seluruh pendapatan Desa diterima dan disalurkan melalui rekening kas Desa dan penggunaannya ditetapkan dalam APB Desa, dengan menghasurskan semua pendapatan desa diterima dan disalurkan melalui rekening, maka Pasal 91 PP 43 Ingkar terhadap penghormatan adat istiadat karena swadaya masyarakat partisipasi dan gotong royong harus diuangkan dan dimasukkan dalam kas desa terlebih dahulu.

Dalam UU Desa penjelan pasal 87 menyebutkan sangat dimungkinkan pada saatnya BUM Desa mengikuti badan hukum yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal pengaturan Badan Usaha Milik Desa PP 43 tahun 2014 dari pasal 132 – 142, tidak ada satu pasal pun yang memberi ruang Badan Usaha Milik Desa memjadi Badan Hukum Usaha berdasarakan UU yang berlaku
Tidak memberi ruang Badan Usaha Milik desa ber badan hukum usaha yang diakui dalam dunia usaha, berarti memang tidak ada semangat menjadikan Badan Usaha Milik Desa mampu berkembang, bersaing dan bekerjasama dengan Badan Hukum Usaha lainnya yang diakui UU yaitu Perseroan, Koperasi dan Komanditer

Pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa yang dalam penjelasan disebutkan Yang dimaksud dengan “pendapatan asli Desa” adalah pendapatan yang berasal dari kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan skala lokal Desa. Dalam hal penghormatan hak asal usul dan adat istiadat, maka birokratis administratif tidak boleh dipaksakan.
Pasal 91 PP 43 2014, menyebutkan seluruh pendapatan Desa diterima dan disalurkan melalui rekening kas Desa dan penggunaannya ditetapkan dalam APB Desa, haruskah swadaya masyarakat partisipasi dan gotong royong diuangkan dan dimasukkan dalam kas desa ?

Apakah PP 60 Menguatkan Desa ?

Dalam PP 60 tahun 2014 tentang Dana Deas Bersumber dari APBN, maka perlu memperhatikan :


Pasal 5 menyebutkan Dana Desa dialokasikan oleh Pemerintah untuk Desa. Mengandung arti tidak boleh penggunaan dana desa digunakan untuk keperluan diluar keperluan desa, misal :
Pelaksanaan Pasal 90 UU Desa dimana Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa mendorong perkembangan BUM Desa dengan melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar. (program dari Pemerintah dan pemerintah daerah tidak dapat menggunakan Dana Desa Bersumber APBN)
Pelaksanaan Pasal 112 UU Desa dimana Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memberdayakan masyarakat Desa dengan salah satunya meningkatkan kualitas pemerintahan dan masyarakat Desa melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan dimana pelaksanaannya dilakukan dengan pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan.

Pasal 20 menyebutkan Penggunaan Dana Desa mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa. Mengandung maksud pemerintah dan pemerintah daerah tidak dapat “memaksakan” agenda program dalam RPJM dan RKP, misal :
Pelaksanaan Pasal 86 UU Desa dimana Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi Desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dan Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan sistem informasi Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan. Dimana Sistem informasi Desa meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan, serta sumber daya manusia.
Kementerian Desa / Kemendagri, Pemerintah Propinsi, Pmerintah Kabupaten Kota diharapkan tidak menggunakan / memaksakan desa menggunakan Dana Desa bersumber APBN untuk memenuhi Rencana Kerja Pemerintah Pusat dan Daerah.

Pasal 19 menyebutkan Dana Desa digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan dan Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karenanya Perlu adanya Peraturan menteri desa tentang proporsi penggunaan Dana Desa maksimal untuk penyelenggaraan Pemerintahan Desa.


Salam